Assalaamu'alaikum

Selamat datang di forum Da'wah Islamiyah yang insya Allah akan selalu memberikan ikhtisar-ikhtisar menurut Al-Qur'an dan Sunnah

Rabu, 18 Juli 2012

Bulan Suci Ramadlan

Bismillaahirrahmaanirrahiim ...

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wa baarakaatuh.
    Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi ni’mat kepada kita semua sehingga kita masih di pertemukan dengan bulan yang suci ini yaitu bulan suci Ramadlan. Sholawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarganya, shohabatnya, dan kita semua yang selalu taat kepada ajarannya. Aamiin ...
    Apabila bulan Ramadlan hampir menjelma, hendaklah kita ummat Islam menjelang bulan Ramadlan yang mulia itu, bersiap-siap menanti kedatangannya ; hendaknya kita ummat Islam yang sadar menyambut bulan suci itu dengan penuh kegembiraan, penuh harapan, dan penuh keriangan. Melangkah memasuki bulan yang mulia itu, hendaknya kita mempersiapkan perbekalan, diantaranya :
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)
    Allah memerintahkan berpuasa kepada orang-orang yang beriman, bahkan perintah itu adalah wajib, dan visi dan misi dari puasa itu sendiri adalah supaya manusia bertakwa.
    Puasa secara lughah artinya siyam bermakna al-imsak yang artinya menahan.
Secara istilah, puasa artinya menahan diri dari makan dan minum dan segala yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Para ‘Ulama telah ijma’ bahwa puasa diwajibkan atas orang islam yang berakal dan baligh, sehat dan menetap sedang wanita hendaklah suci dari haid dan nifas atas dasar diatas, maka puasa tidak wajib atas orang kafir, orang gila, anak-anak, orang sakit, musafir, perempuan yang haid dan nifas, orang tua renta, dan perempuan hamil dan menyusui.
“Setiap amal anak turun Adam berilipat pahalanya, sat kebaikan berlipat sepuluh sampai tujuh ratus kali. Allah Ta’aalaa berfirman, ‘Kecuali puasa, sebab puasa hanyalah untuk-Ku dan Aku (Allah) sendirilah yang membalasnya.” (Al-Hadits)
Subhanallaah... sungguh besar pahala orang-orang yang berpuasa.
Lalu puasa yang seperti apa yang akan memperoleh pahala sebesar itu ?
Yaitu puasa orang yang beriman tentunya,
Yang disebut orang beriman adalah orang-orang yang :
a. Beriman kepada Allah
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam diatas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dia ciptaka matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah ! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-A’raf : 54)
b. Beriman kepada malaikat-malaikat Allah
“... Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.” (QS. An-Nisa : 136)
c. Beriman kepada kitab Allah
“Dan mereka yan beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.” (QS. Al-Baqarah : 4)
d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah
“Dan sungguh, Kami telah mengutus sorang Rasul untuk setiap ummat (untuk menyerukan), ‘sembahlah Allah dan jauhilah thagut’, ...” (QS. An-Nahl : 36)
e. Beriman kepada yaumil akhir
“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang telah diusahakan.” (QS. Taha : 15)
f. Dan beriman kepada qada dan qadar
“Sesungguhnya Kami ciptakan sesuatu itu dengan suatu takdir.” (QS. Al-Qamar : 49)
Semoga kita termasuk didalamnya. Aamiin..
Tetapi puasa itu tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja, selain itu puasa adalah disaat kita berjihad memerangi hawa nafsu yang ada dalam diri kita.
Dan anggota tubuh kita yang lainnyapun ikut berpuasa, diantaranya :
1. Hati
Penyakit hati seperti riya, ‘ujub, hiqdu, hasud, suudzan, dan penyakit hati lainnya akan meleburkan pahala ibadah puasa kita. Maka dari itu, kita wajib membersihkan/mengobati penyakit yang ada dalam hati kita, yaitu dengan cara : Membaca Al-Qur’an dan maknanya, sholat malam, berkumpul dengan orang-orang shaleh, berpuasa, dan dzikrullah.
Dengan kita mempraktekan salah satu dari 5 obat diatas, insya Allah lambat laun penyakit hatipun akan teriris jua.
2. Perut
Terkadang kita sebagai manusia sering lupa, dengan cara apakah kita mencari nafkah, dan hasil dari manakah kita menafkahi keluarga, makanan seperti apakah yang selama ini kita makan. Apakah rizki yang kita dapatkan itu benar-benar dari proses yang halal, atau sebaliknya. Dan apakah makanan yang kita makan itu benar-benar halaalan thayyibah, atau bahkan sebaliknya. Riba kini semakin samar, bahkan tidak sedikit manusia yang menyepelekan riba. Perut kita terus di isi tetapi kita tidak tahu makanan dan minuman yang seperti apakah yang masuk kedalam perut kita.
3. Mata
Memandang sinis, bertatap mata dengan hasrat antara bukan mahram, melihat keadaan rumah orang lain  tanpa izin, adalah bagian dari maksiat mata. Maka dari itu kita sebagai ummat muslim di anjurkan untuk menjaga pandangan kita.
4. Lisan
Diantara maksiat lisan adalah : Menceritakan keadaan saudaramu (kaum muslim) dengan sesuatu yang dibencinya, namimah (mengalihkan perkataan agar menimbulkan kerusakan), berdusta, menuduh, memaki-maki orang lain, memutuskan perkara tanpa berdasarkan hukum Allah, tidak menjawab salam. Itulah maksiat lisan, semoga dengan kita mengetahui macam-macam maksiat lisan, kita dapat merubah diri dari apa yang dibenci Allah kepada apa yang disukai Allah. Aamiin
5. Telinga
Telinga adalah salah satu organ tubuh yang sensitif, jika kita tidak mencegahnya dari pendengaran yang tidak baik (mendengarkan gosip, dkk) maka telingapun akan ikut serta dalam bermaksiat.
Tangan
Mengurangi timbangan, mencuri, merampas harta orang lain, memukul orang lain tanpa sebab, menerima suapan, membakar binatang (meskipun semut) kecuali biatang itu mengganggu, itu semua adalah bagian dari maksiat tangan. Dan jangan sampai pahala puasa kita melebur dengan apa yang dilakukan oleh tangan kita.
Agar pahala puasa kita mendapat ridla dari Allah SWT, mari kita mawas diri dari apa yang selalu dilakukan oleh anggota tubuh kita. Dan mari kita rubah pola hidup kita ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
    Dan jangan lupa terhadap visi dan misi dari puasa itu sendiri, yaitu agar kita menjadi orang yang bertakwa kepada Allah SWT.
“Ya Allah, kepada-Mu kami berserah diri, percaya dan tawakal, dan kepada-Mu pula kami akan kembali, dan karena-Mu kami berjuang. Ya Allah, kami berlindung dengan kemuliaan-Mu yang tiada Tuhan kecuali Engkau, janganlah menyesatkan kami. Engkau yang Maha Hidup yang tidak akan mati, sedang jin dan manusia semua bakal mati.”   

Baarakallaahu lii walakum fil qur’aanil ‘adhiim.
Wabillaahi taufiq wal hidayah, wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wa baarakaatuh

Minggu, 24 Juni 2012

Tentang Kewajiban Orang Tua Memenuhi Hak Anak


    Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi SAW bersabda :
    “Setengah kewajiban orang tua memenuhi hak anak, ada 3 perkara, yaitu : 1. Memberi nama yang baik ketika lahir, 2. Mendidik dengan Al-Qur’an (Agama Islam), 3. Mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
    Seorang mengadu kepada Umar katanya : “Anakku ini berani kepadaku. Tanya Umar kepada anak tersebut : “Kau tidak takut kepada Allah? Kau berani kepada ayahmu, karena tidak melakukan kewajibanmu memenuhi hak ayahmu. Tanya anak itu : “Hai Amitul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak? Jawabnya, ada, yaitu : “1. Memilihkan ibu yang baik, jangan sampai terhina akibat ibunya, 2. Memilihkan nama  yang baik, 3. Mendidik dengan Al-Qur’an (Agama Islam). Kemudian kata anak tersebut, “Demi Allah dia tidak memilihkan ibu yang baik, dia wanita yang dibeli 400 dirham, itulah ibuku, lalu akau diberi nama “kelelawar jantan”, kemudian dia mengabaikan pendidikan islam bagiku,sampai satu ayatpun aku tidak pernah di ajari olehnya. Maka Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata : “Kau telah durhaka kepada anakmu sebelum ia berani kepadamu, pergilah kau.”
    Kata Al Faqih (1), cerita Abu Hafsh : “Seseorang datang dan mengeluh kepadanya, akibat dipukul anaknya hingga Abu Hafsh terkejut : “Subhanallah (2) ada anak  memukul ayahnya ?” Jawabnya : “Benar, sampai sakit. Ia bertanya lagi : “Pernahkah kau mendidiknya tentang kesopanan ?” Tidak, Membaca Al-Qur’an ? Tidak, lalu apa kesibukan anak itu ? “tani”. Kemudian Abu Hafsh berkata : “Sekarang engkau mengerti apa sebabnya ia memukul ?” Jawabnya, “Tidak”. Kata Abu Hafsh : “Begini, kira-kira tengah santai-santai ia mengendarai khimar menuju ladang, diapit sapi dan kerbau dan dikawal anjingnya, dan tiba-tiba kau menyapanya dan mungkin kau dianggap sapi yang mengganggu, lalu engkau dipukulnya, hal itu suatu keuntungan bagimu, karena ia tidak memukul kepalamu, bersyukurlah dengan mengucap, “ALHAMDULILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN”.
    Kata Tsabit Ranany : “Seorang  ayah dipukul anaknya disuatu tempat, tetapi ketika masyarakat akan membantu (ayah tersebut), malah bilangnya : “Biarkanlah ia jangan dibalas pukul karena dulu aku pernah memukul ayahku ditempat ini, maka sekarang aku mendapat giliran balasan dari anakku sendiri, mudah-mudahan cukuplah tebusannya disini saja, tidak sampai ia disalahkan.
    Setengah Ulama hikmah menegaskan : “Barang siapa berani kepada orang tuanya, pasti tidak akan menikmati kesenangan dari anaknya, barang siapa tidak bermusyawarah dalam mengatasi urusannya, pasti tidak tercapai tujuannya, dan barang siapa tidak mengalah (bersikeras ingin menang sendiri) ditengah keluarganya, pasti lenyap kesenangan hidupnya.”
    Dari Asy-Syu’bi, Nabi SAW bersabda : “Allah selalu mengasihi orang tua yang mendorong anaknya agar berbakti kepadanya (dengan artian) ia tidak memerintahnya melakukan sesuatu di luar kemampuannya.”
    Seorang shaleh tidak pernah menyuruh anaknya ketika ada kepentingan apapun, bahkan senang kepada orang lain untuk melakukannya, lalu ada yang bertanya : “Aku khawatir kalau ia membantahku, dan jika demikian berarti aku jerumuskan dia ke neraka, padahal aku sayang padanya, dan tidak mungkin aku membakarnya dengan api neraka”. Hal serupa dilakukan oleh Khalaf bin Ayub.
    Kemanusiaan yang beradab ialah : 1. Berbakti kepada orang tua, 2. Memelihara pergaulan/hubungan yang baik dengan keluarganya, serta menghormati kawannya, 3. Bersikap ramah dan sopan kepada keluarga (istri-istri)nya dan para pembantunya serta menjaga agama mereka, 4. Pandai membelanjakan hartanya untuk keluarga dan kerabat serta kepentingan agama (baik zakat atau sedekah sunnah), 5. Pandai menjaga lisan dari kata-kata terlarang, 6. Senang tinggal dirumah (tekun beribadah), 7. Giat bekerja, tidak bermalas-malasan, 8. Menghindari pergaulan dengan orang-orang jahat atau orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Demikianlah menurut Al-Fudlail bin ‘Iyadl.
    Kebahagiaan seseorang ditentukan oleh 4 perkara, yaitu : 1. Istri yang baik/shalehah, 2. Anak-anak terdidik patuh kepadanya, 3. Bergaul dengan orang-orang shaleh, 4. Mata pencaharian tidak jauh tempatnya (cukup dari dalam negeri). Demikianlah sabda Rasul SAW.
    Tujuh macam amal jariyah : 1. Membuat mesjid, sepanjang dibuat sholat, 2. Membuat saluran air minum, selama diminum masyarakat, 3. Menulis mush-haf (Al-Qur’an), selama dibaca orang, 4. Menggali sumur, selama digunakan orang, 5. Menanam pohon/tanaman, selama dimakan orang/burung dan lain-lain, 6. Mendidik/mengajarkan ilmu, selama dimanfaatkan, 7. Tinggalan anak shaleh, selama mendoakan dan istighfar untuknya. Yakni ketika punya anak didik ilmu dan Al-Qur’an. Ayahnya memperoleh pahala selama anak tersebut melaksanakan ajaran ilmu/Al-Qur’an, tetapi ketika anak dibiarkan terlantar pendidikannya (sehingga menjadi fasik/lacur), maka ayahnya disamping menanggung dosa sendiri (akibat terlena) juga dosa-dosa anaknya. Demikianlah Yazid Raqqasyi, riwayat Annas bin Malik ra.

Berawal dari Pandangan Mata


Penulis: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran

‘Pandangan mata’ ternyata bukan perkara remeh. Darinya, bisa muncul berbagai macam bahaya atau kejelekan bagi yang dipandang. Sekilas memang tak masuk akal, namun banyak kenyataan menunjukkan sebaliknya.

Si kecil tumbuh begitu lincah dan menggemaskan. Duhai, tak ada yang pantas diucapkan selain rasa syukur kepada Rabb seluruh alam! Betapa bahagia rasanya memandang dan menikmati segala tingkah dan celotehnya.

Tak jarang komentar kekaguman berdatangan dari setiap mata yang memandang. Namun ungkapan semacam itu terkadang dianggap tabu, hingga ayah atau ibu biasanya segera menyergah, “Jangan dipuji, nanti jadi sakit lho!” atau pun dengan tanggapan-tanggapan semacam.

Terkadang pula terjadi, ayah dan ibu dibuat bingung karena buah hati mereka jatuh sakit, rewel, atau turun berat badannya tanpa sebab yang pasti. Pengobatan di dokter ahli sekalipun seakan tak membawa hasil.

Ada apa sebenarnya di balik pujian? Benarkah pujian dapat menyebabkan si buah hati jadi celaka? Ataukah ada faktor lainnya? Haruskah kita mempercayai sesuatu yang rasanya sulit dicerna oleh akal itu?

Sesungguhnya semua itu bukan semata akibat dari pujian yang terlontar, akan tetapi berawal dari pandangan. Pandangan mata seseorang dapat berpengaruh buruk pada diri orang yang dipandang, baik pandangan mata  telahitu menatap dengan kedengkian atau pun kekaguman. Allah  menyebutkan tentang adanya pengaruh pandangan mata ini melalui lisan  Rasul-Nya yang mulia

Pandangan mata, atau diistilahkan dengan ‘ain, adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap bagus disertai dengan kedengkian yang muncul dari tabiat yang jelek sehingga mengakibatkan bahaya bagi yang dipandang. (Fathul Bari, 10/210)

Hal ini dijelaskan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan telah jelas adanya  secara syar’i maupun indrawi. Allah berfirman :

“Dan hampir-hampir orang-orang kafir itu menggelincirkanmu dengan pandangan mereka.” (Al-Qalam: 51)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan selain beliau menafsirkan ayat ini bahwa orang-orang kafir itu hendak menimpakan ‘ain kepadamu dengan pandangan mata mereka.

‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan tentang keberadaan ‘ain ini,  sebagaimana disampaikan oleh putra paman beliau, bahwa Nabi SAW bersabda :

“’Ain itu benar adanya. Seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, tentu akan didahului oleh ‘ain. Apabila kalian diminta untuk mandi, maka mandilah.” (Shahih, HR. Muslim no. 2188, Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/164-165)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, hadits ini menjelaskan bahwa , dan tidak akan terjadisegala sesuatu terjadi dengan takdir Allah  kecuali sesuai dengan apa yang telah Allah takdirkan serta didahului oleh ilmu Allah tentang kejadian tersebut. Sehingga, tidak akan terjadi bahaya ‘ain ataupun segala sesuatu yang baik maupun yang buruk kecuali . Dari hadits ini pula terdapat penjelasan bahwadengan takdir Allah  ‘ain itu benar-benar ada dan memiliki kekuatan untuk menimbulkan bahaya. (Syarh Shahih Muslim, 14/174)

‘Ain dapat terjadi dari pandangan yang penuh kekaguman walaupun tidak disertai perasaan dengki (hasad). Demikian pula timbulnya ‘ain itu tidak selalu dari seseorang yang jahat, bahkan bisa jadi dari orang yang menyukainya atau pun orang yang shalih. (Fathul Bari, 10/215)

Bahkan di antara para shahabat yang notabene mereka itu adalah orang-orang yang paling mulia setelah para nabi pun, terjadi ‘ain ini. Kisah tentang hal ini dituturkan oleh Abu Umamah, putra Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu:

“‘Amir bin Rabi’ah pernah melewati Sahl bin Hunaif yang sedang mandi, lalu ia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat seperti hari ini dan aku tak pernah melihat kulit seperti kulit wanita yang dipingit.’ Tidak berapa .lama, Sahl terjatuh. Kemudian dia didatangkan ke hadapan Nabi  Orang-orang pun mengatakan kepada beliau, ‘(Wahai Rasulullah), segera  bertanya, ‘Siapa yangselamatkan Sahl, ia telah terbaring.’ Nabi  kalian tuduh dalam hal ini?’ Mereka menjawab, ‘Amir bin Rabi’ah.’ Beliau pun berkata, ‘Atas dasar apa salah seorang di antara kalian hendak membunuh saudaranya? Apabila seseorang melihat sesuatu yang menakjubkan dari diri saudaranya, hendaknya ia mendoakan kebaikan padanya.’ Kemudian beliau meminta air dan memerintahkan ‘Amir untuk berwudhu’, maka ‘Amir pun membasuh wajahnya, kedua tangan hingga sikunya, kedua kaki hingga lututnya, serta bagian dalam sarungnya. Lalu beliau memerintahkan untuk menuangkan air itu pada Sahl.” (HR. Ibnu Majah no. 3500, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3908/4020 dan Al-Misykah no. 4562)

Tergambar pula dengan jelas dalam kisah ini, apa yang dilakukan oleh  Rasulullah pada seseorang yang terkena ‘ain. Demikian pula dalam perintah Rasulullah

“’Ain itu benar adanya. Seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, tentu akan didahului oleh ‘ain. Apabila kalian diminta untuk mandi, maka mandilah.”

 Al-Hafidz Ibnu Hajar telah menerangkan bahwa perkataan Rasulullah ini menunjukkan, apabila seseorang diketahui menimpakan ‘ain, maka ia diminta untuk mandi, dan mandi ini merupakan cara pengobatan ‘ain yang sangat bermanfaat. Dituntunkan pula bila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan hendaknya segera mendoakan kebaikan padanya, karena doanya itu merupakan ruqyah (pengobatan) baginya. Beliau juga menyatakan bahwa ‘ain yang menimpa seseorang dapat mengakibatkan kematian. (Fathul Bari, 10/215)

Rasulullah memerintahkan untuk melakukan ruqyah, yaitu pengobatan dengan Al Qur’an dan dzikir-dzikir kepada Allah, terhadap orang yang terkena ‘ain. Beliau memerintahkan hal itu pula kepada istri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Rasulullah memerintahkannya untuk melakukan ruqyah dari ‘ain.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5738 dan Muslim no. 2195)

Begitu pula yang beliau perintahkan ketika melihat seorang anak perempuan yang terkena ‘ain pada wajahnya. Peristiwa ini dikisahkan oleh istri beliau, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:

“Rasulullah pernah melihat seorang anak perempuan di rumah Ummu  Salamah yang pada wajahnya ada kehitam-hitaman. Beliau pun berkata, ‘Ruqyahlah dia, karena dia tertimpa ‘ain’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5739 dan Muslim no. 2197)

Diceritakan pula oleh Jabir bin ‘Abdullah ketika Rasulullah menyuruh agar anak-anak Ja’far bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu diruqyah :

Nabi berkata kepada Asma’ bintu ‘Umais, “Mengapa aku lihat anak-anak saudaraku kurus-kurus? Apakah karena kekurangan?”. Asma’ menjawab, “Bukan, akan tetapi mereka cepat terkena ‘ain.” Beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka!”. Asma’ berkata: Maka aku serahkan urusan ini kepada beliau, lalu beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka.” (Shahih, HR. Muslim no. 2198)

Bahkan Jibril pernah Rasulullah ddengan doa ketika beliau sakit

“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitkanmu dan dari setiap jiwa atau pandangan yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (Shahih, HR. Muslim no. 2186)

Rasulullah senantiasa memohon perlindungan dari ‘ain, sebagaimana dikabarkan oleh shahabat yang mulia, Abu Sa’id  Al-Khudriz :

“Rasulullah senantiasa berlindung dari jin dan pandangan manusia, hingga turun surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Ketika keduanya telah turun, beliau menggunakan keduanya dan meninggalkan yang lainnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2059 dan Ibnu Majah no. 3511, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 2830)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin telah mengatakan bahwa menjaga diri dari ‘ain boleh dilakukan dan bukan berarti meniadakan tawakkal kepada Allah. Bahkan sikap demikian ini termasuk tawakkal, karena  disertai melakukan ‘sebab’ yangtawakkal adalah bersandar kepada Allah   pun memohonkandiperbolehkan atau diperintahkan. Rasulullah  perlindungan untuk Al-Hasan dan Al-Husain dengan doa:

“Aku memohon perlindungan bagi kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan dan binatang berbisa, dan dari setiap pandangan yang jahat.”

Demikian pula yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap kedua putranya, Nabi Ishaq dan Nabi Isma’il ‘alaihimus salam. (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/165-166)

Betapa ayah dan ibu akan berduka bila pandangan mata itu menimpa buah hatinya. Tentu mereka akan berusaha sekuat tenaga di atas jalan Allah dan Rasul-Nya untuk menghindarkannya, jauh sebelum ‘ain itu datang menerpa. Buah hati tercinta, semogalah selamat selamanya.

Wallahu a’lamu bish shawab.


Pandangan Imam Al-Ghazali Tentang Takabbur dan ‘Uzub



DEFINISI TAKABBUR
Takabbur (sombong) ialah perilaku menolak kebenaran dan meremehkan manusia dengan anggapan kepandaiannya lebih hebat dan lebih tinggi derajat maupun pangkatnya dari pada yang lain.
Sifat-sifat sombong, takabbur dan angkuh merupakan suatu penyakit yang sangat berahaya. Sifat-sifat itu bermula dari kesalahan pertimbangan akal yang memandang seolah-olah yang mulia dan terhormat adalah dirinya sendiri, sedangkan orang lain dinilai dengan pandangan mengejek, menghina dan merendahkan. Sebagai akibat dari pandangan yang salah itu, lidahnya tidak segan-segan melampiaskan kesombongannya dengan ucapan, “Inilah Aku, dan itu Aku”, seperti ucapan iblis yang dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
قَالَ أَنَا۟ خَيۡرٌ۬ مِّنۡهُ‌ۖ خَلَقۡتَنِى مِن نَّارٍ۬ وَخَلَقۡتَهُ ۥ مِن طِينٍ۬
“Iblis berkata, “Aku lebih baik dari padanya (Adam), aku Engkau ciptakan dari api, sedang dia ciptakan Engkau dari tanah.” [Shaad : 76]
Di dalam majlis pergaulan sifat-sifat yang busuk itu akan menjelma menjadi bentuk tindakan-tindakan membanggakan diri sendiri, berusaha tampil kedepan; dan di dalam majlis perdebatan sifat-sifat itu akan membawa seseorang menjadi keras hati, sehingga apapun yang di ucapkannya harus menjadi keputusan (tidak boleh dibantah) sekalipun salah.
    Orang yang takabbur ialah orang yang manakala diberi nasehat ditolaklah nasehat itu, sebaliknya jika ia memberi nasehat, maka siapapun harus menerimanya.
    Oleh karena itu siapapun yang memandang bahwa dirinya lebih baik dari pada orang lain, maka orang tersebut termasuk golongan orang sombong/takabbur.
    Jadi dalam hal ini jika kebetulan engkau melihat seseorang yang belum cukup dewasa, maka hendaklah engkau berkata pada dirimu : “Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku sudah sering berbuat dosa, maka jelaslah dia lebih baik dari padaku.”
    Jika engkau melihat seorang tua, maka hendaklah engkau berkata pada dirimu : “Orang ini telah berbuat banyak dari berbagai keta’atan sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dari padaku.”
    Jika engkau melihat seorang guru, maka hendaklah engkau berkata kepada dirimu : “Orang ini telah dianugrahi ilmu yang tidak aku miliki, ia telah berjasa memberikan ilmunya, maka mengapa aku masih jua memandang bodoh kepadanya, padahal seharusnya aku bertanya bagaimana bisa berbuat semacam itu.”
    Jika engkau  melihat seorang bodoh, hendaklah engkau berkata kepada dirimu : “Orang ini telah berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku telah melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa hal itu adalah suatu maksiat, maka beban tanggung jawabku lebih berat dari pada beban yang di pertanggung jawabkan. Dan akupun tak tahu bagaimana nasibku dan bagaimana pula nasib yang akan ia terima pada akhir hayatnya.”
    Jika engkau melihat orang kafir, hendaklah engkau berkata pada dirimu : “Aku tidak yahu barangkali ia akan menjadi seorang muslim dan hidupnya akan berakhir dengan penuh keta’atan kepada Allah, sehingga dosa-dosa yang telah ia perbuat akan hilang lenyap bagaikan debu yang tersapu dibawa angin lalu, sedangkan aku ... semoga Allah senantiasa melindungi diriku, siapa tahu barangkali Allah menyesatkan jalan hidupku dengan penuh kemaksiatan. Maka jika demikian, tentulah ia termasuk golongan orang-orang yang dekat disisi Allah, dan aku berada diantara orang-orang yang tersiksa.”


“sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk ke neraka jahannam dalam keadaan hina dina” [Qs. Al-Mu’min : 60]

HAKEKAT DAN BAHAYA TAKABBUR
    Hakekat takabbur yaitu apabila seseorang melihat dirinya melebihi orang lain dalam sifat-sifat kesempurnaan, sehingga timbulah dalam dirinya takabbur dan bersemangat untuk berbuat jahat karena sifat yang hina dan keyakinan ini.
    7 amal yang ditolak oleh Allah SWT dan malaikat penjaga langit ke 1 s/d 7 :
1.    Orang yang suka memfitnah/ghibah
2.    Orang yang menghendaki kemanfaatan-kemanfaatan duniawi
3.    Takabbur/angkuh
4.    ‘Uzub (menyanjung diri sendiri)
5.    Tidak merasa belas kasihan kepada siapapun dari hamba-hamba Allah yang sedang ditimpa malang atau kesakitan, bahkan ia merasa gembira jika melihat orang lain ditimpa bencana
6.    Sum’ah
7.    Musyrik
“Tidak dapat masuk syurga seseorang yang dalam hatinya terdapat seberat debu dari sufat ketakabburan” [HR. Muslim]
    Hal-hal yang ditimbulkan oleh takabbur :
    Duduk lebih tinggi dalam majlis
    Berjalan mendahului dijalanan
    Memandang dengan pandangan hina dan marah jika tidak diberi salam dahulu dan jika dikurangi keperluan-keperluan dan kehormatan
    (membawa orang kepada) benci jika dinasehati
    Berlaku kasar jika memberi nasehat dan mengajar
    Memperkosa kebenaran sewaktu bertukar fikiran
    Memandang orang awam seperti memandang keledai
Sungguh besar bahaya takabbur ini, sehingga tidak masuk kedalam syurga, barang siapa yang ada didalam hatinya seberat atom dari pada takabbur itu, lebih-lebbih karena dibawah takabbur ini ada tiga macam kejahatan yang besar, yaitu :
1.    Sesungguhnya orang yang takabbur itu menentang kepada Allah dalam sifat-sifat-Nya yang khusus, karena takabbur itu adalah selendang Allah sebagaimana firman Allah :
“Sungguh keagungan itu tidaklah patut kecuali pada Allah! Dari manakah keagungan itu patut bagi hamba yang hina yang tidak menguasai urusan dirinya sedikitpun, lebih-lebih urusan orang lain?”
2.    Membawa orang yang takabbur kepada memperkosa kebenaran dan melanggar hak-hak makhluk lain.
Nabi SAW bersabda yang artinya : “Takabbur itu menentang kebenaran dan mendustakan manusia.”
Menyombongi kebenaran itu adalah menutup pintu kebahagiaan, demikian pula menghina manusia. Setengah Ulama berkata : “Sungguh Allah menyembunyikan tiga perkara dalam tiga hal :
•    Menyembunyikan keridloan-Nya dalam keta’atan kepada-Nya, maka janganlah sekali-kali engkau menghiina sedikitpun dari keta’atan itu; barangkali ridlo Allah ada didalamnya
•    Menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka janganlah sekali-kali engkau menghina kemaksiatan yang kecil barangkali murka Allah ada didalamnya
•    Menyembunyikan perwalian-Nya didalam hamba-hamba-Nya, maka janganlah sekali-kali engkau menghina seseorang dari hamba-hamba itu barangkali dia wali Allah Ta’ala
3.    Sungguh takabbur itu menghalangi antara seseorang dengan semua akhlak-akhlak terpuji. Karena orang yang takabbur itu tidak mampu mencintai manusia sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Dan tidak mampu pula berendah diri dan meninggalkan perasaan tinggi hati, hasud, serta marah. Tidak mampu pula menahan diri, lemah lembut dalam memberi nasehat dan meninggalkan riya’.
وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ تَرَى ٱلَّذِينَ كَذَبُواْ عَلَى ٱللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسۡوَدَّةٌ‌ۚ أَلَيۡسَ فِى جَهَنَّمَ مَثۡوً۬ى لِّلۡمُتَكَبِّرِينَ

“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah neraka jahannam itu sebagai tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” [Qs. Az-Zumar : 60]

Unsur-unsur yang dapat menimbulkan kesombongan :
a.    Ilmu pengetahuan
وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang briman.” [Qs. Asy-Syu’ara : 215]
b.    Ibadah dan amal shaleh
“Ketakwaan itu disini (yakni dalam hati). (dan beliau menunjukan ke arah dadanya).” [HR. Muslim]
c.    Keturunan
“Hai Abu Dzar, tidak ada kelebihan bagi seorang keturunan kulit putih atas orang yang dari keturunan kulit hitam.”
Alangkah menyesalnya saya berkata seperti itu. Lalu saya membaringkan tubuhku dan berkata orang yang saya sombongi dan hinakan tadi, “Nah saudara, berdirilah, injaklah pipiku ini.” [HR. Ibnul Mubarak dan Ahmad]
d.    Kekayaan
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِى زِينَتِهِۦ‌ۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَـٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِىَ قَـٰرُونُ إِنَّهُ ۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ۬

“Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahan. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, ‘Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.’ Sesungguhnya ia mempunyai keberuntungan yang besar.” [Qs. Al-Qashash : 79]

KEADILAN



A. Pengertian
Adil mempunyai arti meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya adalah tidak memihak antara yang satu dengan yang lainnya.
Menurut istilah, adil adalah menegakkan sesuatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh agama.
Jadi, keadilan ialah suatu perbuatan yang berusaha meletakkan sesuatu pada tempatnya atau lawan dari zhalim. Dengan kata lain, bertindak atas dasar kebenaran bukan mengikuti kehendak hawa nafsunya.
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُہَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٲلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ‌ۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرً۬ا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِہِمَا‌ۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْ‌ۚ وَإِن تَلۡوُ ۥۤاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa : 135)
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ (٣٩) وَأَنَّ سَعۡيَهُ ۥ سَوۡفَ يُرَىٰ (٤٠) ثُمَّ يُجۡزَٮٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ (٤١) وَأَنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلۡمُنتَہَىٰ (٤٢
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).” (QS. An-Najm : 39-42)
Jadi pengertian keadilan ialah memperlakukan sesuatu sesuai dengan kadar kemampuan dan hasil kemauan atau nilai dan prestasinya.
B. Keutamaan Keadilan
Banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits yang memerintahkan kepada manusia untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan. Tiap-tiap sesuatu yang di perintahkan Allah dan Rasul-Nya tentu banyak pula manfaat dan keutamaannya.
Adapun keutamaan keadilan antara lain sebagai berikut :
1. Adil itu lebih dekat kepada takwa
“... Berlaku adilah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa ...” (QS. Al-Maidah : 8)
2. Menghindarkan atau mencegah perpecahan dan pertikaian
Pada saat sebagian dinding ka’bah ada yang rusak, maka kaum Quraisy berusaha untuk memperbaikinya. Hal itu terjadi kurang lebih tahun 605 M dan Muhammad SAW pada saat itu berusia 35 tahun, dan belum diangkat menjadi Rasul. Setelah pembangunan itu hampir selesai maka timbullah perselisihan tentang siapa yang akan meletakkan batu hitam (hajar aswad) pada ka’bah ketika direstorasi. Semua kaum pada waktu itu ingin meletakkan hajar aswad pada tempatnya. Melihat kegentingan semakin memuncak maka munculah Abu Umayah bin Maghirah Al Makzumi menangani perselisihan. Dia mengusulkan untuk menangani mengangkat hakim yaitu “Siapa yang pertama-tama masuk ke pintu Safa, maka dialah yang memimpin.” Hal itupun disetujui dan ternyata Muhammad SAW lah yang pertama masuk ke pintu Safa. Maka diangkatlah Muhammad SAW sebagai peletak hajar aswad.
Untuk membawa hajar aswad, beliau hamparkan kain, dan hajar aswad di letakkan diatasnya. Lalu beliau memanggil tiap-tiap kepala Qabilah untuk memegangnya. Kemudian beliau sendirilah yang meletakkan hajar aswad itu ke tempat semula. Demikian keadilan yang beliau laksanakan sehingga orang-orang Quraisy terhindar dari perselisihan atau pertikaian.
3. Doanya tidak ditolak oleh Allah SWT
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Tiga orang tidak ditolak doanya : Orang yang berpuasa sehingga ia berbuka, imam yang adil, dan orang teraniaya. Allah mengangkat doa mereka ke atas awan, dan dibuka untuk doa itu segala pintu langit, seraya Allah berfirman : Demi kebesaran-Ku, sungguh aku akan menolong engkau walau pertolongan-Ku, Aku berikan pada suatu masa kelak.” (HR. Ahmad)

Dari hadits diatas, bahwa pemimpin atau orang yang berlaku adil doanya tidak ditolak oleh Allah SWT.
Terlihat dari orang yang melakukan keadilan mempunyai keutamaan sebagai berikut :
1) Terhadap diri sendiri
Dapat seimbang antara :
a. Doa dengan usahanya
b. Karunia dengan ibadahnya
c. Dunia dengan akhiratnya
2) Terhadap orang lain
Memperlakukan sebagai manusia selayaknya dan memandang sama serta memperhatikan kewajiban dan haknya.
3) Menciptakan ketentraman dalam kehidupan masyarakat.
Sebab menegakkan keadilan berarti menegakkan hukum perundang-undangan, peraturan, dan tata tertib.

Kamis, 29 Desember 2011

Hidup Menurut Islam

بسم الله الرحمن الرحيم



Hidup merupakan suatu fitrah bagi setiap makhluk yang diciptakan Allah SWT .
Dalam rangka mendalami apa makna hidup yang sebenarnya, kita sebagai manusia perlu mengetahui berbagai macam kehidupan yang telah kita jalani atau yang akan kita jalani dan perlu juga mengetahui dari mana asal mula kehidupan dan dimana akhir sebuah kehidupan .
Mengingat di saat kita menjalani suatu kehidupan tanpa mengetahui asal mula dan akhir dari sebuah kehidupan .
Mungkin dalam waktu-waktu tertentu hati kita bertanya-tanya, "Wahai diri, apa tujuan anda menjalani hidup ini ?" . Pertanyaan itu mungkin telah beberapa kali, bahkan sering tercurahkan dalam hati kita .
Tapi kita manusia yang bersifat pelupa, jarang sekali memperdulikan pertanyaan tersebut, bahkan yang sering kita lakukan adalah menghiraukannya . Sehingga yang ada dalam fikiran kita hanyalah masa lalu dan hari esok, padahal masa lalu tidak akan pernah kembali dan hari esok belum tentu terjadi, tapi kita lebih fokus terhadap dua kejadian tersebut .
Bagaimana jika kita mencoba berfikir hanya pada satu hari saja ?
Dimana pada hari itu telah benar-benar terjadi, dan bagaimana cara kita mendalami makna kehidupan dengan melihat pada satu hari yang benar-benar terjadi (hari ini) ?

Pertama, kita amati dan pahami asal mula suatu kehidupan .
Allah SWT berfirman :

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن طِينٍ۬ ثُمَّ قَضَىٰٓ أَجَلاً۬‌ۖ وَأَجَلٌ۬ مُّسَمًّى عِندَهُ ۥ‌ۖ ثُمَّ أَنتُمۡ تَمۡتَرُونَ
" Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu) . " { QS. Al-An'am : 2 }

Allah SWT menciptakan manusia dari tanah, dan Allah telah menentukan ajal manusia yang tidak ada seorangpun yang mengetahuinya . Kita tidak tahu kapan kita akan mati, tapi kita selalu menghiraukan kematian .

Kedua, kita amati dan pahami apa tujuan kita hidup di dunia ini .
Allah SWT berfirman :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَـٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدۡحً۬ا فَمُلَـٰقِيهِ
" Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya . " { QS. Al-Insyiqaq : 6 }


Manusia di dunia ini baik di sadari atau tidak adalah dalam perjalanan menuju Tuhannya . Dan pasti dia akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan dari perbuatannya yang baik maupun yang buruk .

Ketiga, kita amati dan pahami apa yang harus kita lakukan semasa hidup kita .
Allah SWT berfirman :

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
 "  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." { QS. Adz-Dzariyat : 56 }

Telah jelas apa yang harusa kita lakukan semasa hidup kita yaitu beribadah kepada allah SWT, apapun yang kita lakukan harus menghasilkan ibadah .

Keempat, mengetahui siapa diri kita .

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةً۬‌ۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيہَا مَن يُفۡسِدُ فِيہَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ‌ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan [khalifah] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". " { QS. Al-Baarah : 30 }

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di bumi, dan khalifah itu adalah pemimpin .
Yaitu pemimpin untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan alam .
Alam ini di tundukan oleh Allah untuk manusia, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui hal itu .
sehingga manusia salah mempergunakan apa yang telah diberikan Allah kepadanya, dan mengakibatkan banyak terjadi bencana . Allah SWT berfirman :
" Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari [akibat] perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan yang benar]. " { QS. Ar-Rum : 41 }

Kelima, mengingat kematian .

كُلُّ نَفۡسٍ۬ ذَآٮِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۗ
 " Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. " { QS. Al-Imran : 185 }

Keenam, meyakini adanya hari kiamat .

يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرۡسَٮٰهَا‌ۖ قُلۡ إِنَّمَا عِلۡمُهَا عِندَ رَبِّى‌ۖ لَا يُجَلِّيہَا لِوَقۡتِہَآ إِلَّا هُوَ‌ۚ ثَقُلَتۡ فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ لَا تَأۡتِيكُمۡ إِلَّا بَغۡتَةً۬‌ۗ يَسۡـَٔلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِىٌّ عَنۡہَا‌ۖ قُلۡ إِنَّمَا عِلۡمُهَا عِندَ ٱللَّهِ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
  " Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat [huru-haranya bagi makhluk] yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. " { QS. Al-A'raf : 187 }

Begitulah pola kehidupan yang harus kita jalani .
Memahami asal mula, memahami tujuan hidup, memahami tugas kita sebagai manusia, memahami siapa diri kita, mengingat kematian, dan meyakini hari pembalasan .
Mungkin karena keindahan dunia sehingga kita lupa akan hak dan kewajiban kita . Padahal dunia ini hanya sementara, dan kehidupan akhiratlah yang tiada ujungnya .

 ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ

Senin, 19 Desember 2011

Sirah manusia menuju rahmat-Nya

بسم الله الرحمن الرحيم

                                                                                                                                       
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِ‌ۖ وَجَـٰدِلۡهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ‌ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ‌ۖ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ (النّحل : ١٢٥)
 " Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." { QS. An-Nahl : 125 }


Da'wah adalah sebuah perjalanan untuk manusia, perjalanan manusia menuju Rabbnya, dimana seseorang mengajak kepada jalan Tuhannya yang akan membawa kedamaian bagi kehidupannya .
Disana terdapat banyak hal yang akan mencoba menghalangi perjalanan manusia, dan hanya manusia terpilihlah yang akan mampu menghadang berbagai macam resiko yang akan menghalangi perjalanannya .
Sesungguhnya manusia diciptakan untuk menyembah Allah dan menyeru manusia kepada jalan Allah SWT .
Dan satu kunci yang akan membukakan pintu kemudahan bagi perjalanan seorang anak adam menuju Tuhannya, yaitu taqwa .


وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُ ۥ مَخۡرَجً۬ا ...
" Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." { QS. At-Thalaq : 2 }